sudah hampir 20 tahun aku hanya bisa terbujur kaku di tempat tidur ini,
menikmati gelapnya malam yang mencekam serta penuh dengan rasa enggan
aku “terpaksa” menaruh hidupku di bawah
atap gubuk reot ini, tapi inilah hidupku, yang mau tak mau harus
kusadari dan ku nikmati senikmat orang meneguk kopi pait di pagi hari,
aku telah letih, aku telah capek hidup seperti ini..
suamiku tlah
mendahuluiku memeluk mimpi indahnya di angkasa sana, beranjak dari
tempat yang paling patut mungkin untuk kupikirkan, aku ngga’ ngerti, aku
tuli, aku tak mampu berdiri, bahkan hanya untuk menopang tubuh kurusku
yang sudah senja ini.
entah rasa apa yang aku rasakan, semuanya
begitu hampar, semuanya begitu kelam, semua sangat membuatku tersenyum,
tersenyum dalam siksa yang mungkin ini hidup yang harus kuterima,
hidupku bertopang pada orang yang mengasihaniku, aku tak mengharap, yang
aku tau, aku ingin pergi dari dunia ini, mengakhiri semua derita
“manisku”, dan menyusul suamiku kesinggasana yang maha kuasa.
aku
ingat saat merawatnya, menimangnya dalam pelukku, memberikan kasih
sayang yang patut dia dapatkan, menceritakan kata-kata yang indah untuk
membuatnya bahagia, dan selalu kudendangkan nyanyian jawa yang mungkin
telah bosan dia dengar tapi dia tetaplah dia seorang bayi mungil yang
tak kenal rasa dan prasangka.
aku menemaninya ketika berangkat
sekolah, membujuknya ketika ia merajuk, memberinya pengertian ketika dia
sedang bingung dengan semua yang ingin dia ketahui, memberinya kasih
sayang yang tak pernah kuberikan kepada siapapun selama ini, bahkan
kepada diriku sendiri, semua kulakukan hanya untuk nya, demi masa
depannya, dan demi sebuah nama yang baik kelak untuk hidup dan masa
depannya, karena dia anak tunggalku.
aku menangis di tengah malamku
yang indah, diiringi suara jangkrik yang bersahutan menyambut sepinya
hatiku menjadi nyanyian syurga yang blom pernah kubayangkan, aku terus
saja memikirkan diriku sendiri disini, termenung menunggu pati yang aku
harap segera menjemputku.
“nak dimana kamu sekarang?”
tidakkah
kau ingat saat kusentuh keningmu saat kau terbaring ketika kau habis
kehujanan pulang sekolah, tak taukah engkau, hatiku gelisah nak, aku
ingin mengantikan sakitmu, aku ingin akulah yang menderita itu, senyummu
adalah semua semangatku nak, ingatkah kau saat engkau merengek minta
uang untuk beli mainan seharga 40 ribu rupiah kepada ibumu ini, aku
kebingungan mencarinya, kurelakan menjual perhiasan peningalan ayahmu
satu-satunya, hanya untuk garis lengkung di bibirmu”.
aku terus
bergumam mengingat semua kenangan yang mampu menghiburku menanti
kemantian ini, “apakah dia tak ingat ketika aku mengendongnya saat dia
merengek “bu.. adi capek jalan kaki”, tanganku dengan entengnya
menyambut semua rengekannya dengan sabar, apakah dia tak mengingat itu
sekarang, 20 tahun memang bukan waktu yang sebentar, batinku terus saja
bergejolak memikirkannya.
Perasaanku tak enak ketika kau
meninggalkan rumah ini saat berumur25 tahun, hatiku gelisah, gundahku
sebagai seorang ibu terus berkecamuk dalam kehidupaku setelah
kepergianmu
“Buk.. aku pasti akan datang untuk membawamu serta, aku
akan datang untuk menyembuhkan semua deritamu ibu, aku akan datang,
percayalah”
kata terahirnya yang ingin sekali kupercaya, kata yang menyakitkanku, dan kata yang sangat kubenci.
kuantar engkau dengan airmataku, melihatmu semakin menjauh hingga mata
rentaku tak mampu melihat bayanganmu, sekarang aku bertanya padamu,
“dimanakah kau kini nak ?, mana semua perkataanmu, aku tak sedang
memintamu untuk menyembuhkan wanita tak berguna ini, aku tak sedang
ingin kau berikan harta yang berlimpah, aku juga tak menginginkan semua
milikmu yang berharga itu, aku hanya ingin satu,jenguklah aku walau
hanya memberiku segalas air putih, itu akan bisa menyembuhkanku, itu
akan membuatku menjadi seorang wanita yang mempunyai harapan dan
semangat baru,”
“aku hanya ingin kau jenguk, dan menatap tubuhku
rentaku yang tingal tulang dan kulit ini” bisikku yang diiringi air mata
tak berkesudahan dari pelupuk mataku.
20 tahun lebih aku menderita
kanker ini, aku hanya tergolek tak berdaya di tempat tidurku, jangankan
untuk mencari anakku yang entah dimana dia berada, untuk bangun bahkan
memiringkan tubuhku kesamping saja aku tak sanggup, perutku terlalu
besar dan berat, kanker ini telah meguasaiku, menguasai hari “penuh
warnaku”, dan kanker ini pula yang menyebabkanku kehilangan anakku.
anakku pergi 15 tahun yang lalu, mungkin dia telah bosan melihatku,
mungkin dia sudah tak sanggup lagi untuk mengurusku, ibu kandungnya dan
mungkin dia juga telah bosan hidup bersamaku, anak tungalku tak pernah
sekalipun menjengukku, bahkan untuk menanyakan kabarku kepada orang
lain.
“tidakkah dia ingat, betapa bingungnya aku saat maghrib telah
tiba, dan dia tak kunjung datang, aku mencarinya di tengah hujan nan
lebat, mencarinya hingga aku tak kenal waktu, yang ternyata dia
bersendau gurau bersama temannya, alangkah lega hatiku sebagai seorang
ibu melihatnya tertawa, semua rasa dahagaku hilang saat melihatnya,
lelahku luntur oleh wajahnya.
“tidakkah engkau merasakan itu anakku
?”, sekarang biarlah aku yang renta ini menunggu ajalku, diatas tempat
tidur ini, kupasrahkan hidupku kepada sang pembuat hidup, biarlah “Amben
ini sebagai saksi patiku”.
aku hanya mampu tersenyum menyambut
malam yang panjang, dan tak pernah berujung, hanya atap-atap langit yang
setiap hari mejadi pemandangan indahku, dan setiap hari aku selalu
memohon, “jemputlah aku kepangkuanmu Tuhan”, hingga malam menyambutku
dengan sunyi, senyap, hingga sang mimpi memelukku dengan lelap.
~ingin sekali menulis, saat aku baca koran kemaren, betapa tragisnya
seorang nenek, yang udah tua renta, mengidap penyakit kanker di perutnya
yang amat sangat besar melebihi perut seorang ibu yang mengandung, hal
yang membuatku menangis, saat aku membaca “anaknya tak pernah menjenguk
barang sekalipun”.
dimana perasaan si anak, sampai begitu tega untuk
tak melihat wanita tua itu, yang tak lain adalah ibu kandungnya,
sungguh keterlaluan, semoga Allah memberikan Ganjaran yang pantas untuk
si Anak. ini adalah pelajaran buatku, untuk selalu sayang kepada ayah
ibuku, mereka kehidupanku, dan mereka akan selalu ku junjung dalam
hatiku , selalu dan akan terus begitu selama mata ini masih mampu
melihatnya, akan kulukis senyum mereka sebisa dan semampuku, meskipun
itu tak sebanding dengan apa yang mereka lakukan untukku.~
*TAMAT*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar